LESTARILAH INDONESIAKU
LESTARILAH INDONESIAKU
Oleh : Esra Hana Martina Simamora
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah dan termasuk salah satu dari tujuh negara megadiversity di dunia dan menempati urutan kedua setelah Brazil dan Zairo, walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% luas daratan bumi .Indonesia juga terkenal sebagai negara yang subur, hal ini dibuktikan dengan tanahnya yang secara umum mengandung mineral tinggi sebagai akibat dari proses kegunung-apian(vulkanisme), kecuali di pulau Kalimantan. Indonesia juga memiliki iklim tropis, dimana tumbuh-tumbuhan memiliki produktivitas yang sangat tinggi karena sinar matahari tersedia sepanjang tahun.
Negara Indonesia juga memiliki beragam habitat dan beragam jenis tumbugan , hewan dan mikroba. Karena itu bukan satu hal yang mengherankan ketika dalam diskusi biodiversitas dunia, Indonesia adalah negara yang tidak dapat ditinggalkan. Indonesia sangat kaya biodiversitas, baik di daratan maupun di lautan.
Namun sangat disayangkan, sumber daya alam yang melimpah di Indonesia kurang seimbang dengan sumber daya manusianya. Hal ini menjadi kendala dalam pelestarian, pemanfaatan serta pengembangan kekayaan alam di tanah air. Masyarakat yang kurang memahami dalam hal pengelolaan sumber daya alam secara tepat, menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya deforestasi.
Selain kesadaran serta kekemampuan masyarakat yang kurang dalam memanajemen sumberdaya alam, ledakan popolasi manuisa juga turut andil mempercepat deforestasi. Peningkatanm populasi manusia yang berakibat pada meningkatnya konsumsi menyebabkan antropogenik utama penurunan dan hilangnya habitat bagi keanekaragaman hayati. Tingkat konsumsi kita saat ini menimbulkan ancaman berkelanjutan bagi planet bumi. Hal ini mempengaruhi keanekaragaman hayati dan beberapa jenis hampir punah.
Luas kawasan hutan awalnya sekitar 144 juta hektar kini hanya tersisa 130,68 juta hektar, namun luas tutupan hutan setiap tahun semakin berkurang sejalan dengan laju deforestasi dan kebakaran hutan yang terjadi sepanjang tahun silih berganti ibarat lingkaran setan yang tidak henti-hentinya yang mengakibatkan kehancuran keankearagaman hayati yang tersebar. Beberapa kasus yang menyebabkan kerusakan hutan yang merupakan salah satu habitat utama keanekaragaman hayati :
Kebakaran Hutan dan Bencana Asap Sejak Dahulu 2014 – 2015
- Kebakaran 1.827 hektar hutan dan lahan gambut di Riau
- Sekitar 30 persen hutan dan kawasan konservasi atau seluas 10,5 juta hektar rusak karena beragam faktor, speerti perambahan, pembalakan liar, dan kebakaran hutan
- Setiap tahun rata-rata dilakukan restorasi 100.000 hektar
- BNPB melakukan hujan buatan dengan biaya Rp 200 miliar untuk mengatasi kekeringan. Untuk mengatasi kebakaran hutan, biaya disiapkan Rp 385 miliar. Pembakaran dilakukan perusahaan perkebunan dan penduduk untuk membuka lahan perkebunan dan pertanian baru
- Fenomena iklim El Nino hingga November dikhawatirkan meningkatkan kasus kebakaran hutan di Indonesia (Sumber : Kompas, 2015 dalam Sutarno 2015)
Kehancuran habitat flora dan fauna jelas akan mempengaruhi keanekaragaman hayati dan tidak terelakan akan mengalami kepunahan. Konversi hutan tropis menjadi kawasan urban menyebabkan penurunan secara signifikan jumlah jenis yang dapat didukung untuk tinggal di dalamnya. Pepohonan tidak hanya mendukung vegetasi dan tumbuhan tetapi juga menjadi habitat hewan
Tak diragukan lagi bahwa deforestasi di Indonesia telah menimbulkan dampak serius pada tingkat internasional juga di tingkat nasional dan lokal. Penebangan hutan yang merusak, kebakaran hutan yang tak terkendali, pembukaan hutan untuk perkebunan, pertambangan, pengerukan bahan bakar dari fosil, pembangunan wilayah transmigrasi, budidaya hewan air, dan pembangunan jalan telah sejak lama dikaitkan dengan dampak sosial dan ekonomi yang negatif bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal yang bergantung pada hutan, dan kerugian keuangan yang sangat besar bagi masyarakat dan negara.
Laju deforestasi sudah terjadi sejak akhir tahun 1960, di awal orde baru ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang parah. Untuk menghindari kondisi krisis ekonomi yang semakin parah maka diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1967 yang didukung oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.Undang-undang ini menjadi landasan bagi semua peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya keanekaragaman hayati di Indonesia untuk mendorong agar hutan dapat diusahakan oleh perusahaan swasta asing maupun dalam negeri.
Adapun kasus deforestasi di Indonesia di antaranya :
- Dari illegal logging ke perkebunan sawit di Kalimantan
Wilayah hutan yang telah rusak akibat ilegal logging berubah fungsi menjadi wilayah perkebunan sawit. Sementara perkebunan kelapa sawit mengandung lebih sedikit biomassa dan memiliki umur lebih pendek dari hutan alam, lebih sedikit menyimpan karbon. Pengeringan lahan gambut untuk dikonversi menjadi perkebunan juga bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca.
- Illegal fishing di Laut Arafura
Bukan hanya hutan lautan juga menyimpan keanekaragaman hayati. Namun beberapa waktu terakhir sering terjadi ilegal fishing. Padahal Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian sumber daya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola perikanannya dengan baik (Wagey et al. 2009).
Langkah untuk mengurangi deforestasi
Laju deforestasi dan kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun menunjukkan kegagalan pemerintah untuk mengelola hutan. Kondisi ini terjadi karena kebijakan pembangunan nasional yang tumpang tindih dengan konsep konservasi hutan yang belum sesuai dengan kebutuhan pemanfaatan. Hingga kini pemerintah belum menetapkan lembaga tunggal untuk bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam hayati Indonesia, konsekuensinya terjadi benturan kepentingan sektoral dan kondisi tumpang tindih.
Permasalahan deforestasi yang terus mencemaskan harus ditangani dengan serius. Untuk mengatasi dan mengurangi laju deforestasi dapat dimulai dengan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat untuk lebih peduli terhadapat tempat tinggalnya maupun anak cucunya kelak. Namun, dizaman yang sudah mengglobalisasi ini, justru masyarakat kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Rasa egoisme dan sikap tak acuh sangat mendominasi. Karena itulah peran para cendikiawan, pemerhati lingkungan serta pemerintah sangat dibutuhkan. Peran dan kebijakan pemerintah menjadi pokok utama dalam menyelamatkan bumi Indonesia. Pemerintah semestinya harus peduli terhadap kondisi sumberdaya alam hayati dan konsep konservasi sumberdaya alam hayati seharusnya sesuai dengan pemanfaatannya. Pemerintah semestinya sejak awal tahun 1960 sudah mengantisipasi terjadinya bencana kebakaran hutan agar kepunahan keanekaragaman hayati dapat terhindarkan. Pemerintah perlu merevitalisasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan deforestasi akibat kerusakan dan kebakaran hutan terhadap para pemegang HPH. Pemerintah perlu menetapkan lembaga tunggal untuk beranggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya hayati Indonesia untuk menghindari terjadinya kepentingan sektoral dan kondisi tumpang tindih
0 Comment :